Wednesday, January 14, 2015

TINGKAH LAKU TERNAK SAPI



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Tingkah laku atau etologi hewan praktis telah merupakan hal yang penting sejak masa prasejarah. Tingkah laku ini dimanfaatkan oleh para pemburu dan kemudian oleh masyarakat untuk menjinakkan hewan-hewan tersebut. Sampai pada pertengahan abad ini, para ilmuwan di bidang pertanian tidak banyak mengenal ilmu tingkah laku hewan baik secara praktis sebagai hal yang penting maupun sebagai hal yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Banyak penelitian yang pada mulanya telah dilakukan memuat deskripsi mengenai aspek-aspek tingkah laku yang telah didefinisikan dengan baik. Para ilmuwan yang mempelajari hewan dalam lingkungan asalnya disebut ethologist. Beberapa sumbangan pemikiran dibuat oleh para ilmuwan psikologi yang mempelajari hewan dalam lingkungan laboratorium yang terkontrol, yang kemudian mengubah factor-faktor lingkungannya satu demi satu dan mencatat pengaruh tersebut pada tingkah laku hewan.
Sapi merupakan jenis ternak yang tergolong dalam famili Bovidae atau ruminansia, yang memiliki sistem pencernaan dan siklus reproduksi kompleks dan terintegras. Pemahaman perilaku sapi dan respon perilaku terhadap perubahan apapun yang terjadi sangat penting untuk mengetahui dampak yang akan ditimbulkan akibat perubahan tersebut, baik dari segi kesehatan maupun tingkat produksinya. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai perilaku dan perubahan perilaku pada hewan ruminansia tersebut.
  
B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, antara lain:
1.         Bagaimana tingkah laku normal pada sapi ?
2.         Bagaimana tanda-tanda yang ditunjukkan pada sapi yang normal ?
3.         Apa saja penyakit yang sering terjadi pada sapi yang menyebabkan perubahan perilaku ?

C.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.         Untuk mengetahui tingkah laku atau animal behavior normal pada sapi.
2.          Untuk mengetahui dan memahami tanda-tanda sapi yang normal.
3.         Untuk mengetahui dan memahami penyakit yang sering terjadi pada sapi.
  


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Perilaku Normal Sapi
Perilaku dasar pada hewan seperti makan, minum, tidur, istirahat, aktivitas seksual, eksplorasi, latihan, bermain, ekplorasi, aktivitas melarikan diri, pemeliharaan dan sebagainya sangat penting untuk diketahui dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dan memberi rasa nyaman serta aman terhadap diri mereka. Kondisi dimana perilaku dasar tersebut tidak terpenuhi akan berdampak pada kinerja dan produktivitas dari hewan. Beberapa perilaku dapat merugikan kesehatan dan produksi bahkan jika penyebab perubahan perilaku semakin meningkat maka secara tidak langsung dapat menyebabkan kerusakan sehingga kembali perlu ditekankan tentang pentingnya memahami perilaku normal sapi sebagai indikator untuk mengetahui respon perilaku umum. Kondisi yang menghambat perilaku dasar memaksa menciptakan suatu penggiatan atau intensifikasi untuk mengatasi hal tersebut.
Contohnya:
·           Ketersediaan pakan yang terbatas akan cenderung meningkatkan perilaku sapi yang menyentuhkan bagian mulutnya ke benda seperti tempat air, memainkan lidahnya, atau menggertakkan giginya.
·           Terjadi respon pertahanan atau ingin melarikan diri dengan intensif yang ditandai dengan menendang atau menyapukan ekor pada tiang penyangga secara terus menerus apabila ada hal yang mengancam atau mengganggu.
·           Pedet yang mengisap benda lain yang ada disekitarnya ketika tidak tersedia induk untuk menyusu.
·           Ternak yang tidak dibiarkan keluar dari kandangnya  untuk jangka waktu yang lama akan jauh lebih antusias saat digembalakan untuk pertama kali dibandingkan dengan yang digembalakan setiap hari.

Adapun perilaku sapi secara umum dibagi menjadi lima kategori yang masing-masing dijabarkan sebagai berikut :
a.         Merumput (Grazing)
1.        Pola merumput : stereotip (konstan)
·           Berjalan melintasi padang rumput,, hidung selalu dekat dengan tanah pada saat merenggut rumput, dibulat-bulatkan, lalu ditelan
·           Cara : rumput dibelit dengan lidah, ditarik, dipotong dengan gigi dengan dibantu oleh hentakan kepala

2.        Sikap merumput
·           Berdiri dengan kepala tunduk
·           Anak : kadang-kadang berbaring
·           Rumput yang diambil paling pendek ± 1,25 cm

3.        Jarak jelajah : selama 24 jam akan bertambah dua kali, bila ;
·           Cuaca jelek
·           Padang becek
·           Rumput jarang
·           Banyak ektoparasit (kutu, caplak, tungau) hinggap di tubuh

4.        Siklus merumput
·           Dalam 24 jam : 4-5 periode merumput
·           Paling lama : saat fajar dan senja
·           Dapat berlangsung pada malam hari
·           Periode merumput : jalan, lalu istirahat, kemudian ruminasi, dan merumput lagi

5.        Faktor-faktor yang mempengaruhi pola merumput
·           Ras : perah atau potong (pedaging)
·           Adaptasi terhadap iklim. Misalnya bison  pada musim dingin lebih sangat aktif, sapi Eropa pada iklim sedang lebih aktif, dan sapi Zebu pada iklim tropis dan sub tropis sangat kurang aktif.
·           Kapasitas saluran pencernaan atau kemampuan perut (onase). Misalnya pada sapi Zebu kapasitas saluran pencernaannya lebih kecil, sehingga lebih efisien menerima bahan organis atau dengan kata lain proses ruminasinya lebih cepat.
·           Spesies. Misalnya pada sapi Frisien Holstein (FH) dan Jersey, suhu nyaman ketika periode merumput sama dan suhu naik ketika pola merumput Jersey lebih lama daripada Frisien Holstein (FH)
·           Perlakuan oleh manusia. Misalnya sapi perah, setelah diperah di pagi hari kegiatan merumputnya akan berangsur turun sampai pemerahan sore hari dan pada anak sapi yang dikurung akan merumput dua jam lebih lama karena selektif memilih hijauan (biasa diberikan).
·           Umur. Untuk anak sapi yang baru lahir hanya menyusu saja dan bila merumput belum secara sempurna maka akan sangat selektif.
·           Keadaan cuaca lingkungan. Cuaca yang buruk akan menyebabkan aktivitas merumput terhenti, sedangkan bila temperature lingkungan meningkat, akan terjadi perubahan struktur kelompok dimana jarak antar individu menjadi renggang.

Gertakan yang menimbulkan perilaku merumput, antara lain:
1.        Defoliasi, yaitu pemilihan bagian-bagian yang paling baik atau spesies tertentu dari rumput yang ada di padang rumput.
·           Defoliasi progresif : memilih rumput muda.
·           Defoliasi creaning : memilih spesies rumput yang paling disukai

2.        Kebijakan nutrisi
·           Tingkah laku khas dari hewan yang kekurangan salah satu zat nutrisi.
·           Rangsangan dari dalam tubuh untuk memilih apa yang diperlukan oleh tubuh, dalam usahanya menjaga keseimbangan mineral dalam tubuhnya.

Rangsangan yang menimbulkan perilaku merumput, antara lain :
1.        Rangsangan terhadap indera perasa sapi akan memberikan reaksi terhadap rasa pahit.
2.        Rangsangan terhadap penciuman dan perabaan bau suatu spesies rumput dapat mempengaruhi selektivitas merumput.

b.         Meranggas (Browsing)
Sapi menggunakan 40% dari waktu makannya untuk meranggas guna memilih tanaman yang nilai gizinya tinggi, biasanya makan bagian-bagian dari semak atau  pohon.

c.         Makan (Feeding)
Yang dimaksud dengan makan disini adalah proses makan di dalam kandang atau  makan rumput segar dan konsentrat (di Indonesia) atau  hay, silage (di daerah bermusim empat/temperate/sub-tropis). Untuk ruminansia yang memiliki empat kompartemen lambung dikenal istilah ruminasi yaitu dimana hewan golongan tersebut setelah  memakan rumput akan memuntahkan (regurgitasi) kembali rumput dari rumen dan reticulum tersebut, setelah itu akan mengunyah (mastikasi) kembali makanan yang telah dimuntahkan tersebut yang dilakukan sambil istirahat, dan menelan kembali makanan yang sudah halus dikunyah tersebut. Kelebihan dari ruminansia adalah bisa makan lebih banyak dalam waktu singkat.
Untuk minum sendiri, perilaku ini dipengaruhi oleh dua daktor, yaitu faktor dalam berupa rasa haus dan faktor luar yaitu karena melihat air. Adapun jumlah air yang diminum tergantung pada :
·           Temperature lingkungan
·           Kondisi makanan : kadar air kurang (kering), kadar protein, kadar garam, dan komposisi ransum.
·           Umut kebuntingan
·           Bangsa
·           Tingkat laktasi

Keseimbangan NaCl (garam dapur) dalam tubuh harus diimbangi dengan banyak minum sehingga  jumlah air disekitar lingkungan sapi harus berlebih atau lebih dikenal dengan istilah ad-libitum.

d.          Perilaku seksual
1.      Pada sapi jantan
·           Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual sapi jantan, antara lain ; penciuman, penglihatan, dan pendengaran.
·           Faktor-faktor yang mempengaruhi libido pada sapi jantan, antara lain:
ü  Ada tidaknya betina birahi
ü  Seks rasio, dan
ü  Dominan/subordinan

·           Factor-faktor yang menurunkan libido seksual jantan, antara lain:
ü  Gangguan psikologis,
ü  Penyakit,
ü  Kekurangan nutrisi, dan
ü  Perubahan iklim

2.      Pada sapi betina
·           Tanda-tanda umum saat estrus, antara lain:
ü  Sangat reaktif,
ü  Nafsu makan turun/terganggu,
ü  Produksi susu turun,
ü  Tidak tenang/gelisah,
ü  Ingin dinaiki dan menaiki
ü   Sering melenguh,
ü  Mengibas-ibaskan ekornya,
ü  Frekuensi urinasi meningkat, dan
ü  Keluar lender berahi dari vulva: liat, bening, dan transparan.

e.          Laktasi
1.      Anak sapi mulai menyusu 2-5 jam setelah kelahiran, yang dimana harus diberikan colostrums.
2.      Posisi badan pedet saat menyusu harus sejajar badan induk disebelah kiri atau kanan, tegak lurus dari samping, dan bisa dari belakang.
3.      Proses : putting susu dijepit diantara lidah dan langit-langit atas (pallatum) sampai rapat sehingga tidak tembus udara yang menyebabkan terjadi tekanan dalam mulut sehingga air susu masuk ke mulut, kemudian ditelan.
4.      Lama menyusui antara 10-15 menit
5.      Frekuensi menyusui antara 5-8 kali per 24 jam
6.      Umumnya makin tua umur anak, maka frekuensi menyusu mulai berkurang karena sudah mulai makan rumput dan konsentrat.

B.       Tanda Sapi Normal
Banyak perilaku yang ditunjukkan dengan keras sebagai sebuah respons menuju stimulus fisik dan fisiologis, tapi pada kenyataannya pengaruh psikologis sekuat fisiologis atau fisik. Sebagai contoh, sapi alaminya digembalakan, dan konsekuensinya memakan lebih dari apa yang seharusnya mereka konsumsi.
Hal ini sangat penting untuk dimengerti bahwa pengaruh psikologis  dari keterkejutan seperti mungkin lebih penting daripada terkejut biasa. Pengaruh psikologis sangat besar dampaknya menimbulkan stress.
“Stimulus psikologis menimbulkan tidak hanya beberapa respon hormonal individu, tapi biasanya menimbulkan sebuah perluasan dari respon ganda yang terjadi bersamaan, sedangkan stimulus fisik biasanya ditimbulkan dari sebuah respon spesifik yang berusaha untuk menstabilkan keadaan homeostasis untuk sebuah partikel entitas (seperti tekanan darah atau suhu tubuh).” {3, p. 294}
Efek psikologis biasanya lebih kuat dan lebih persisten dari pengaruh negative lainnya. Beberapa landasan keadaan psikologis dan fisik sapi yang perlu di pahami dengan baik, antara lain sebagai berikut :
a.         Pahami respon pertahanannya (survival response). Sapi dalam evolusi kehidupannya selalu menjadi hewan yang dimangsa (prey animal). Dengan mengandalkan indera penciuman dan penglihatan mereka mendeteksi adanya bahaya dari predator, kemudian melakukan reaksi atau respon dengan cara melarikan diri.
b.         Sapi selalu merasa khawatir terhadap segala sesuatu yang baru dan belum mereka kenali. Hal ini merupakan dasar psikologis pertahanan diri sapi. Sapi baru akan merasa tenang setelah mereka mengenali dan mengetahui bahwa hal tersebut tidak berbahaya. Dilingkungan peternakan hal ini dapat berupa adanya orang baru yang mendekati atau ada sesuatu hal yang berbeda dari biasanya pada lingkungan pertenakan tersebut. Hal baru tersebut biasanya tidak disadari oleh peternak, yang terlihat hanyalah sapi tersebut berperilaku lain dari biasanya, bisa berupa tidak mau segera makan, berkumpul di sudut kandang, atau menjadi tidak penurut. Sapi yang lebih tenang biasanya hanya akan menatap sesuatu yang mereka takuti dan hal ini dapat menjadi petunjuk dimana sumber ketakutan dari sapi tersebut. Untuk sapi yang lebih liar, biasanya akan secara langsung bereaksi dengan melarikan diri dari sesuatu yang ditakutinya.
c.         Indera pendengaran sapi sangat sensitif, jauh lebih sensitive dibanding dengan pendengaran manusia, terutama pada suara frekuensi tinggi.
d.        Kedua mata sapi terpisah berjauhan, sehingga masing-masing matanya bisa melihat ke arah sudut yang berbeda. Letak kedua mata tersebut memungkinkan mereka dapat melihat kebelakang tanpa menoleh, sehingga mereka bisa tetap waspada terhadap predator yang datang dari belakang saat merumput.


C.      Penyakit pada Sapi  
a.         Penyakit Brucellosis (Keluron Menular)
Brucellosis adalah penyakit ternak menular yang secara primer menyerang sapi, kambing, babi, dan sekunder pada berbagai jenis ternak lainnya serta manusia. Pada sapi penyakit ini dikenal sebagai penyakit Kluron atau pengakit Bang. Brucellosis yang menimbulkan masalah pada ternak terutama disebabkan oleh tiga spesies, yaitu Brucella melitensis, yang menyerang kambing, Brucella abortus, yang menyerang sapi, dan Brucella suis, yang menyerang babi dan sapi.
·           Tanda umum: pada sapi betina akan memperlihatkan perilaku berupa lesu, nafsu makan menurun dan tubuh yang kurus serta terjadi keguguran.

b.          Mastitis atau radang ambing
Mastitis atau radang ambing merupakan penyakit yang sering terjadi pada sapi perah, tidak hanya di Indonesia namun juga di dunia. Mastitis merupakan peradangan kelenjar susu yang disertai dengan perubahan fisik, kimiawi, dan mikrobiologi. Secara fisis pada air susu saapi penderita mastitis klinis terjadi perubahan warna, bau, rasa dan konsistensi.
·           Gejala klinis : bentuk ambing yang asimetris, bengkak, ada luka, dan rasa sakit pada sapi ketika ambing dipegang.

c.          Antraks atau radang limpa
Penyakit antraks (Anthrax) merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis.
·           Tanda umum pada tipe akut dan kronis: demam, sesak nafas (dyspnea), depresi, dan lemah serta kadang disertai kejang. Tanda-tanda ini biasanya berbeda pada tiap spesies.




d.          Pneumonia (radang paru)
Penyakit radang paru ini terutama disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan virus. Namun, cuaca yang ektrim dan perubahan lingkungan seringkali mendorong timbulnya pneumonia.
·         Tanda umum: hidung terus-menerus mengeluarkan lendir, cekung hidung kering, demam, batuk-batuk, frekuensi pernapasan cepat dan dangkal bahkan terkadang terjadi kesulitan bernapas, nafsu makan dan berat badan menurun.

e.          Septicemia Epizootica (SE)/ Ngorok
Penyakit Sepricemia Epizootica adalah penyakit menular terutama pada kerbau, sapi, babi, dan kadang-kadang pada domba dan kuda yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida tipe tertentu.
·         Tanda umum: kematian, nafsu makan berkurang, penurunan berat badan serta kehilangan tenaga untuk membantu pertanian dan pengangkutan.

f.           Penyakit Pink Eye
Pink Eye merupakan penyakit mata akut yang menular pada sapi, domba maupun kambing, biasanya bersifat epizootic dan ditandai dengan memerahnya conjungtiva dan kekeruhan mata. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri, virus, ritketsia maupun Chlamydia, namun yang paling sering ditemukan adalah akibat bakteri Maraxella bovis.
·         Tanda umum: mata berair, kemerahan pada bagian mata yang putih dan kelopaknya, bengkak pada kelopak mata dan cenderung menjulingkan mata untuk menghindari sinar matahari. Kadang-kadang terjadi borok atau lubang pada selaput bening mata yang dimana borok tersebut dapat pecah dan mengakibatkan kebutaan.




g.          Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
Penyakit mulut dan kuku (PMK) disebut juga foot and mouth disease (FMD) atau Aphtae Epizooticae (AE). Penyakit ini merupakan penyakit akut dan sangat menular yang menyerang sapi, kerbau, babi, kambing, domba, dan hewan berkuku genap lainnya. Infeksi ditandai dengan pembentukan lepuh yang kemudian berkembang menjadi erosi pada selaput lendir mulut, diantara kuku, lekuk koroner kaki dan putting susu. Penyebab PMK adalah virus RNA, berdiameter 20 mu.
·         Tanda umum: lesu, suhu tubuh dapat mencapai 41oC, hypersalivasi (karena erosi selaput lendir mulut dan lidah), nafsu makan berkurang, enggan berdiri (karena luka pada interdigital), penurunan produksi susu secara mendadak, penurunan berat badan yang terjadi serentak pada suatu kelompok hewan. Selain itu gejala khas berupa lepuh-lepuh diruang mulut terutama bagian atas , bibir bagian dalam, gusi, langit-langit, dan sekali-kali pada selaput lendir mata.

h.         Keropos kuku atau kuku busuk
Penyakit ini walaupun tidak mematikan namun mengganggu produksi. Disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri atau kuman.
·         Tanda umum: kepincangan, kuku koyak, dan berbau busuk.



 
BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
1.      Perilaku dasar pada hewan seperti makan, minum, tidur, istirahat, aktivitas seksual, eksplorasi, latihan, bermain, ekplorasi, aktivitas melarikan diri, pemeliharaan dan sebagainya sangat penting untuk diketahui dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dan memberi rasa nyaman serta aman terhadap diri mereka. Kondisi dimana perilaku dasar tersebut tidak terpenuhi akan berdampak pada kinerja dan produktivitas dari hewan.
2.      Perilaku sapi secara umum dibagi menjadi lima kategori, yaitu: Merumput (Grazing), Meranggas (Browsing), Makan (Feeding), Perilaku seksual, dan Laktasi.
3.      Efek psikologis biasanya lebih kuat dan lebih persisten dari pengaruh negative lainnya.
4.      Adapun beberapa penyakit pada sapi, antara lain:
a.       Penyakit Brucellosis (Keluron Menular)
b.      Mastitis atau radang ambing,
c.       Antraks atau radang limpa
d.      Pneumonia (radang paru)
e.       Septicemia Epizootica (SE)/ Ngorok
f.       Penyakit Pink Eye
g.      Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
h.      Keropos kuku atau kuku busuk










DAFTAR PUSTAKA


Abu Bakar. 2012. Pedoman Pelaksanaan Pengawalan Dan Koordinasi Perbibitan Tahun 2012. Direktorat Perbibitan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian 2012.

Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor Barat. 2010. Syarat Kesehatan Hewan Sapi Bibit Ditinjau dari Penyakit Bakteri. Diakses http://www.bbalitvet.org/index.php?option=com_conte nt&task=view&id=298&Itemid=1 pada tanggal 02 Oktober 2013 pukul 16.00 WITA.

Vande, Nursholeh. 2011. Human Physiology. Company, Tanjung Jabung Timur. Unja Nanda, 2012. Fakultas Peternakan Universitas Haluoleo.

0 comments:

Cari